Bagaimana Cara Menangkal Dan Mengobati Sihir ?

Sekilas Tentang Hakikat Sihir

Secara etimologis, sihir artinya sesuatu yang tersembunyi dan sangat halus penyebabnya. Sedangkan menurut istilah syariat, Abu Muhammad Al Maqdisi menjelaskan, sihir adalah azimat-azimat, mantra-mantra atau pun buhul-buhul yang bisa memberi pengaruh terhadap hati sekaligus jasad, bisa menyebabkan seseorang menjadi sakit, terbunuh, atau pun memisahkan seorang suami dari istrinya. [1]

Jadi sihir benar-benar ada, memiliki pengaruh dan hakikat yang bisa mencelakakan seseorang dengan taqdir Allah yang bersifat kauni . Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

مُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَاهُم بِضَآرِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللَّه

“Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang bisa mereka gunakan untuk menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka (ahli sihir) itu tidak dapat memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah” [Al Baqarah : 102].

Demikian juga firman Allah yang memerintahkan kita berlindung dari kejahatan sihir :

وَ مِنْ شَر ِّ النَّفَّاثاَتِ فْي العُقَدِ

“Dan (aku berlindung kepada Allah) dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembuskan pada buhul-buhul”. [Al Falaq : 4].

Seandainya sihir tidak memiliki pengaruh buruk, tentu Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan memerintahkan kita agar berlindung darinya.[2]

Sihir juga pernah menimpa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yaitu ketika seorang Yahudi bernama Labid bin Al A’sham menyihir Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aisyah rahimahullah menceritakan:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُحِرَ حَتَّى كَانَ يَرَى أَنَّهُ يَأْتِي النِّسَاءَ وَلَا يَأْتِيهِنَّ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah disihir, sehingga Beliau merasa seolah-olah mendatangi istri-istrinya, padahal tidak melakukannya”.[3]

Berkaitan dengan hadits ini, Al Qadhi ‘Iyadh menjelaskan: “Sihir adalah salah satu jenis penyakit diantara penyakit-penyakit lainnya yang wajar menimpa Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti halnya penyakit lain yang tidak diingkari. Dan sihir ini tidak menodai nubuwah Beliau. Adapun keadaan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika itu, seolah-olah membayangkan melakukan sesuatu, padahal Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukannya. Hal itu tidak mengurangi kejujuran Beliau. Karena dalil dan ijma’ telah menegaskan tentang kema’shuman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari sikap tidak jujur. Terpengaruh sihir perkara yang hanya mungkin terjadi pada diri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masalah duniawi yang bukan merupakan tujuan risalah Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak diistimewakan lantaran masalah duniawi pula. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia biasa yang bisa tertimpa penyakit seperti halnya manusia. Maka bisa saja terjadi, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dikhayalkan oleh perkara-perkara dunia yang tidak ada hakikatnya. Kemudian perkara itu (pada akhirnya) menjadi jelas sebagaimana yang terjadi pada diri Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam”.[4]

Sihir memiliki bentuk beraneka ragam dan bertingkat-tingkat. Di antara contohnya adalah tiwalah (sihir yang dilakukan oleh seorang istri untuk mendapatkan cinta suaminya/pelet), namimah (adu domba), al ‘athfu (pengasihan), ash sharfu (menjauhkan hati) dan sebagainya. Sebagian besar sihir ini masuk ke dalam perbuatan kufur dan syirik, kecuali sihir dengan membubuhi racun atau obat-obatan serta namimah, maka ini tidak termasuk syirik.

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di menjelaskan: “Sihir termasuk
perbuatan syirik ditinjau dari dua sisi.

Pertama : Karena dalam sihir itu terdapat unsur meminta pelayanan dan
ketergantungan dari setan serta pendekatan diri kepada mereka melalui
sesuatu yang mereka sukai, agar setan-setan itu memberi pelayanan yang
diinginkan.

Kedua : Karena di dalam sihir terdapat unsur pengakuan (bahwa si pelaku)
mengetahui ilmu ghaib dan penyetaraan diri dengan Allah dalam ilmuNya,
dan adanya upaya untuk menempuh segala cara yang bisa menyampaikannya
kepada hal tersebut. Ini adalah salah satu cabang dari kesyirikan dan
kekufuran”.[5]

Hukum mempelajari dan melakukan sihir adalah haram dan kufur. Hukuman
bagi para tukang sihir adalah dibunuh, sebagaimana yang diriwayatkan
dari beberapa orang sahabat [6]. Dan sihir merupakan perbuatan setan.
Allah Azza wa Jalla berfirman :

وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُوا الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَاكَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِّنَّ الشَّيَاطِينَ
كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ

“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa
kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman mengerjakan
sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (dan tidak mengerjakan sihir),
tetapi setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka
mengajarkan sihir kepada manusia”. [Al Baqarah : 102]

PETUNJUK NABI UNTUK MENANGKAL DAN MENGOBATI SIHIR
Seperti telah dijelaskan oleh para ulama, sihir termasuk jenis penyakit
yang bisa menimpa manusia dengan izin Allah Azza wa Jalla . Tidaklah
Allah Azza wa Jalla menurunkan satu penyakit melainkan Dia juga
menurunkan obat penawarnya. Dan seorang muslim dilarang berobat dengan
sesuatu yang diharamkan Allah.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, Beliau bersabda :

مَا أنْزَلَ اللهُ دَاءً إلا أنْزَلَ لَهُ شِفَاءً

“Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan Allah akan
menurunkan pula obat penawarnya”.[7]

Seorang muslim dilarang pergi ke dukun untuk mengobati sihir dengan
sihir yang sejenis. Karena hukum mendatangi dukun dan mempercayai mereka
adalah kufur. Apatah lagi sampai meminta mereka untuk melakukan sihir
demi mengusir sihir yang menimpanya, ataupun untuk menanyakan hal-hal
yang berkaitan dengan jodoh anak dan sanak saudaranya, atau hubungan
suami istri dan keluarga, tentang barang yang hilang, percintaan,
perselisihan dan sebagainya. Hal itu merupakan perkara ghaib dan hanya
Allah Azza wa Jalla saja yang mengetahui. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda :

مَنْ أتَى كَاهِنًا أوْ سَاحِرًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَدٍ

“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang sihir, kemudian ia
membenarkan (mempercayai) perkataan mereka, maka sungguh ia telah kafir
terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad”.[8]

Para dukun, paranormal, tukang sihir dan peramal itu hanya mengaku-ngaku
mengetahui ilmu ghaib berdasarkan kabar yang dibawa setan yang mencuri
dengar dari langit. Para dukun itu, tidak akan sampai pada maksud yang
diinginkan kecuali dengan cara berkhidmah, tunduk dan taat serta
menyembah tentara iblis tersebut. Ini merupakan perbuatan kufur dan
syirik terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman :

هَلْ أُنَبِّئُكُمْ عَلَى مَن تَنَزَّلُ الشَّيَاطِينُ {212} تَنَزَّلُ عَلَى كُلِّ أَفَّاكٍ أَثِيمٍ { 222} يُلْقُونَ
السَّمْعَ وَأَكْثَرُهُمْ كَاذِبُونَ

“Apakah akan Aku beritakan kepadamu, kepada siapa setan-setan itu turun?
Mereka turun kepada setiap pendusta lagi banyak dosa, mereka
menghadapkan pendengaran (kepada setan) itu, dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang pendusta”. [Asy Syu’ara`: 221-223].

Oleh karena itu, seorang muslim tidak boleh tunduk dan percaya kepada
dugaan dan asumsi bahwa cara yang dilakukan para dukun itu sebagai
pengobatan, misalnya tulisan-tulisan azimat, rajah-rajah, menuangkan
cairan yang telah dibaca mantra-mantra syirik dan sebagainya. Semua itu
adalah praktek perdukunan dan penipuan terhadap manusia. Barangsiapa
yang rela menerima praktek-praktek tersebut tanpa menunjukkan sikap
penolakannya, sungguh ia telah ikut tolong-menolong dalam perbuatan
bathil dan kufur.[9]

CARA PENECGAHAN DARI SIHIR YANG DIAJARKAN RASULULLAH[10]
1- Dalam setiap keadaan senantiasa mentauhidkan Allah Azza wa Jalla dan
bertawakkal kepadaNya, serta menjauhi perbuatan syirik dengan segala
bentuknya. Allah Azza wa Jalla berfirman :

إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ {99} إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى
الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ

“Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaan atas orang-orang yang
beriman dan bertawakkal kepada Rabbnya. Sesungguhnya kekuasaan setan
hanyalah atas orang-orang yang menjadikannya sebagai pemimpin dan atas
orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah”. [An Nahl : 99-100].

Ketika Menafsirkan ayat di atas, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di
berkata : “Sesungguhnya setan tidak memiliki kekuasaan untuk
mempengaruhi (mengalahkan) orang-orang yang beriman dan bertawakkal
kepada Rabbnya semata, yang tidak ada sekutu bagiNya, maka Allah
Subhanahu wa Ta’ala akan membela orang-orang mu’min yang bertawakkal
kepadaNya dari setiap kejelekan setan, sehingga tidak ada celah
sedikitpun bagi setan untuk mencelakakan mereka”[11]. Dan ayat-ayat
semisal ini banyak terdapat di dalam Al Qur`an.

2- Melaksanakan setiap kewajiban-kewajiban yang Allah Subhanahu wa
Ta’ala perintahkan, dan menjauhi setiap yang dilarang, serta bertaubat
dari setiap perbuatan dosa dan kejelekan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda kepada Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhu :

يَا غُلاَمُ ! إنِي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ ، احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ…

“Wahai anak, sesungguhnya aku akan mengajarkanmu beberapa kalimat.
Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu…”[12]

Syaikh Nazhim Muhammad Sulthan menyatakan, makna sabda Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam (احْفَظِ اللهَ ) adalah jagalah
perintah-perintahNya, larangan-laranganNya, hukum-hukumNya serta
hak-hakNya. Caranya, dengan memenuhi apa-apa yang Allah dan RasulNya
perintahkan berupa kewajiban-kewajiban, serta menjauhi segala perkara
yang dilarang. Sedangkan makna (يَحْفَظْكَ ) ialah, barangsiapa yang menjaga
perintah-perintahNya, mengerjakan setiap kewajiban dan menjauhi setiap
laranganNya, niscaya Allah k akan menjaganya. Karena balasan suatu
amalan, sejenis dengan amal itu sendiri. Penjagaan Allah Subhanahu wa
Ta’ala terhadap hamba meliputi penjagaan terhadap dirinya, anak,
keluarga dan hartanya. Juga penjagaan terhadap agama dan imannya dari
setiap perkara syubhat yang menyesatkan”.[13]

3. Tidak membiarkan anak-anak berkeliaran saat akan terbenamnya
matahari. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang
artinya: “Jika malam telah masuk -jika kalian berada di sore hari-, maka
tahanlah anak-anak kalian. Sesungguhnya setan berkeliaran pada waktu
itu. tatkala malam telah datang sejenak, maka lepaskanlah mereka”. [HR
Bukhari Muslim].

4- Membersihkan rumah dari salib, patung-patung dan gambar-gambar yang
bernyawa serta anjing. Diriwayatkan dalam sebuah hadits, bahwa Malaikat
(rahmat) tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat hal-hal di
atas. Demikian juga dibersihkan dari piranti-piranti yang melalaikan,
seruling dan musik.

5. Memperbanyak membaca Al Qur`an dan manjadikannya sebagai dzikir
harian. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنْ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ

“Janganlah menjadikan rumah-rumah kalian layaknya kuburan. Sesungguhnya
setan lari dari rumah yang dibaca di dalamnya surat Al Baqarah”.[14]

6- Membentengi diri dengan doa-doa dan ta’awudz serta dzikir-dzikir yang
disyariatkan, seperti dzikir pagi dan sore, dzikir-dzikir setelah shalat
fardhu, dzikir sebelum dan sesudah bangun tidur, do’a ketika masuk dan
keluar rumah, do’a ketika naik kendaraan, do’a ketika masuk dan keluar
masjid, do’a ketika masuk dan keluar kamar mandi, do’a ketika melihat
orang yang mandapat musibah, serta dzikir-dzikir lainnya.

Ibnul Qayyim berkata,”Sesungguhnya sihir para penyihir itu akan bekerja
secara sempurna bila mengenai hati yang lemah, jiwa-jiwa yang penuh
dengan syahwat yang senanantiasa bergantung kepada hal-hal rendahan.
Oleh sebab itu, umumnya sihir banyak mengenai para wanita, anak-anak,
orang-orang bodoh, orang-orang pedalaman, dan orang-orang yang lemah
dalam berpegang teguh kepada agama, sikap tawakkal dan tauhid, serta
orang-orang yang tidak memiliki bagian sama sekali dari dzikir-dzikir
Ilahi, doa-doa, dan ta’awwudzaat nabawiyah.” [15]

7. Memakan tujuh butir kurma ‘ajwah setiap pagi hari. Berdasarkan sabda
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

مَنْ تَصَبَّحَ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعَ تَمَرَاتٍ عَجْوَةً لَمْ يَضُرَّهُ فِي ذَلِكَ الْيَوْمِ سُمٌّ وَلَا سِحْرٌ

“Barangsiapa yang makan tujuh butir kurma ‘ajwah pada setiap pagi, maka
racun dan sihir tidak akan mampu membahayakannya pada hari itu”. [16]

Dan yang lebih utama, jika kurma yang kita makan itu berasal dari kota
Madinah (yakni di antara dua kampung di kota Madinah), sebagaimana
disebutkan dalam riwayat Muslim. Syaikh Abdul ’Aziz bin Baz berpendapat,
seluruh jenis kurma Madinah memiliki sifat yang disebutkan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini. Namun beliau juga berpendapat, bahwa
perlindungan ini juga diharapkan bagi orang yang memakan tujuh butir
kurma, selain kurma Madinah secara mutlak.[17]

TERAPI PENGOBATAN SETELAH TERKENA SIHIR [18]
1. Metode pertama : Mengeluarkan dan menggagalkan sihir tersebut jika
diketahui tempatnya dengan cara yang dibolehkan syariat. Ini merupakan
metode paling ampuh untuk mengobati orang yang terkena sihir.[19]

2. Metode kedua : Dengan membaca ruqyah-ruqyah yang disyariatkan. Para
ulama telah bersepakat bolehnya menggunakan ruqyah sebagai pengobatan
apabila memenuhi tiga syarat [20].

Pertama : Hendaknya ruqyah tersebut dengan menggunakan Kalamullah
(ayat-ayat Al Qur`an), atau dengan Asmaul Husna atau dengan sifat-sifat
Allah Azza wa Jalla, atau dengan doa-doa yang diajarkan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kedua : Ruqyah tersebut dengan menggunakan bahasa Arab, atau dengan
bahasa selain Arab yang difahami maknanya.

Ketiga : Hendaknya orang yang meruqyah dan yang diruqyah meyakini, bahwa
ruqyah tersebut tidak mampu menyembuhkan dengan sendirinya, tetapi
dengan kekuasaan Allah Azza wa Jalla. Karena ruqyah hanyalah salah satu
sebab di antara sebab-sebab diperolehnya kesembuhan. Dan Allah-lah yang
menyembuhkan.

Selain itu, ada hal sangat penting yang juga harus diperhatikan, bahwa
ruqyah akan bekerja secara efektif bila orang yang sakit (terkena sihir)
dan orang yang mengobati sama-sama memiliki keyakinan yang kuat kepada
Allah Azza wa Jalla, bertawakkal kepadaNya semata, bertakwa dan
mentauhidkanNya, serta meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa Al Qur`an
adalah penyembuh bagi penyakit dan rahmat bagi orang-orang beriman. Jika
hal ini tidak terpenuhi, maka ruqyah tersebut tidak akan berefek kepada
penyakitnya, karena ruqyah itu sendiri merupakan obat mujarab yang
diajarkan oleh syari’at. Namun ibarat senjata, setajam apapun ia, jika
berada di tangan orang yang tidak lihai menggunakannya, maka senjata itu
tidak banyak manfaatnya.[21]

Dikatakan oleh Ibnu At Tiin: “Ruqyah dengan membaca mu’awwidzat atau
dengan nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan pengobatan rohani,
(akan bekerja efektif) bila di baca oleh hambaNya yang shalih;
kesembuhan pun akan diperoleh dengan izin Allah Azza wa Jalla “.

Diantara bentuk pengobatan yang termasuk metode kedua ini ialah sebagai
berikut:

– Membaca surat Al Fatihah, ayat kursi, dua ayat terakhir surat Al
Baqarah, surat Al Ikhlash, An Naas dan Al Falaq sebanyak tiga kali atau
lebih dengan mengangkat tangan, tiupkan ke kedua tangan tersebut seusai
membaca ayat-ayat tadi, kemudian usapkan ke bagian tubuh yang sakit
dengan tangan kanan.[23]

– Membaca ta’awwudz (doa perlindungan diri) dan ruqyah-ruqyah untuk
mengobati sihir, di antaranya sebagai berikut:[24]

a. أسْألُ اللهَ العَظِيْمَ رَبَّ العَرْشِ العَظِيْمِ أنْ يَشْفِيَكَ

“Aku mohon kepada Allah Yang Maha Agung Pemilik ‘Arsy yang agung agar
menyembuhkanmu (dibaca sebanyak tujuh kali)”.[25]

b. Orang yang terkena sihir meletakkan tangannya pada bagian tubuh yang
terasa sakit, kemudian membaca: (بِسْمِ الله) sebanyak tiga kali lalu membaca :

أعُوذُ بِالله وَ قُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أجِدُ وَ أحَاذِرُ

“Aku berlindung kepada Allah dan kekuasaan-Nya dari setiap kejelekan
yang aku jumpai dan aku takuti”. [26]

c. Mengusap bagian tubuh yang sakit sambil membaca doa :

اللهَُّمَ رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبِ الْبَأْسَ وَاشْفِ أَنْتَ الشَّافِي لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لَا
يُغَادِرُ سَقَمًا

“Ya Allah, Rabb Pemelihara manusia, hilangkanlah penyakitku dan
sembuhkanlah, Engkau-lah Yang Menyembuhkan, tiada kesembuhan melainkan
kesembuhan dariMu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.[27]

d. Membaca doa:

أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ مِنْ غَضَبِهِ وَ عِقَابِهِ وَشَرِّ عِبَادِهِ وَمِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ وَأَنْ
يَحْضُرُونِ

“Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari kemarahanNya,
dari kejahatan hamba-hambaNya, dan dari bisikan-bisikan setan dan dari
kedatangan mereka kepadaku.

3. Metode ketiga : Mengeluarkan sihir tersebut dengan melakukan
pembekaman pada bagian tubuh yang terlihat bekas sihir, jika hal itu
memang memungkinkan. Bila tidak memungkinkan, maka ruqyah-ruqyah di atas
telah mencukupi untuk mengobati sihir.

Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan rahasia pembekaman di bagian yang
terkena sihir ini. Bahwa sihir itu tersusun dari pengaruh ruh-ruh jahat
dan adanya respon kekuatan alami yang lahir dari ruh jahat tersebut.
Inilah jenis sihir yang paling kuat, terutama pada bagian tubuh yang
menjadi pusat persemayaman sihir tadi. Maka pembekaman pada bagian
tersebut merupakan metode pengobatan yang sangat efektif bila dilakukan
sesuai dengan cara yang tepat.[29]

4. Metode keempat : Dengan menggunakan obat-obatan alami sebagaimana
disebutkan Al Qur’an dan As Sunnah, dengan disertai keyakinan penuh
terhadap kebenaran firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menerangkannya. Di antaranya dengan
menggunakan madu, habbahtus sauda` (jinten hitam), air zam-zam, minyak
zaitun dan obat-obatan lainnya yang dibenarkan syara’ sebagai obat. Dari
Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

الشِّفَاءُ فِي ثَلَاثَةٍ شَرْبَةِ عَسَلٍ وَشَرْطَةِ مِحْجَمٍ وَكَيَّةِ نَارٍ وَأَنْهَى أُمَّتِي عَنْ الْكَيِّ

“Pengobatan itu ada dalam tiga hal. (Yaitu): berbekam, minum madu dan
pengobatan dengan kay (besi panas). Sedangkan aku melarang umatku
menggunakan pengobatan dengan kay”.[30

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, ia mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda :

إِنَّ هَذِهِ الْحَبَّةَ السَّوْدَاءَ شِفَاءٌ مِنْ كُلِّ دَاءٍ إِلَّا مِنْ السَّامِ قُلْتُ وَمَا السَّامُ قَالَ الْمَوْتُ

“Sesungguhnya habbah sauda’ ini merupakan obat bagi segala jenis
penyakit, kecuali as saam”. Aku (‘Aisyah) bertanya,”Apakah as saam itu?”
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,”Kematian.” [31]

Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu, ia mendengar Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ماَءُ زَمْزَمَ لِمَا شُرِبَ لَهُ
“Air zam-zam itu tergantung niat orang yang meminumnya”. [32]

Dari Umar bin Al Khaththab Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

كُلُوا الزَّيْتَ وَادَّهِنُوا بِهِ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ

“Makanlah minyak zaitun dan minyakilah rambut kalian dengannya, karena
sesungguhnya ia berasal dari pohon yang diberkahi”.[33]

Demikianlah sekilas pembahasan tentang sihir berikut cara mencegah dan
mengobatinya. Selayaknya bagi setiap pribadi muslim, terutama para
pemimpin keluarga, untuk mengetahui hal ini dan mengajarkan kepada
keluarganya. Agar anggota keluarga mampu membentengi diri dari kejahatan
sihir. Selayaknya pula bagi pemimpin keluarga, untuk mengkondisikan
keluarganya agar senantiasa taat kepada Allah Sang Pemelihara manusia.
Membersihkan rumahnya serta menyingkirkan sejauh-jauhnya dari segala
sarana yang mengundang kemaksiatan, seperti musik, majalah-majalah
porno, gambar makhluk hidup dan sebagainya. Agar keluarganya mendapat
curahan rahmat dan perlindungan dari Allah, terjauhkan dari gangguan
iblis dan bala tentaranya. Wallahu waliyyut taufiiq. (Hanin Ummu Abdillah)

Maraji :
1. Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, Zaadul Ma’ad, tahqiq dan takhrij Syu’aib Al
Arnauth dan Abdul Qadir Al Arnauth, Mu’assasah Ar Risaalah, Cet. III,
Th. 1421H/200M.
2. Sa’id bin Ali bin Wahf Al Qahthani, Ad Du’a Min Al Kitab Wa As Sunnah
Wa Yalihi Al ‘Ilaj Bi Ar Ruqaa Min Al Kitab Wa As Sunnah.
3. Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh, Fathul Majid Syarhu Kitabit Tauhid,
tahqiq Muhammad Hamid Al Faqi, ta’liq Abdullah bin Baz, dan takhrij Ali
bin Sinan, Darul Fikr, Th. 1412H/1992M.
4. Shahih Al Bukhari bersama Fathul Bari.
5. Shahih Muslim.
6. Sunan Abu Dawud.
7. Jami’ At Tirmidzi.
8. Sunan Ibnu Majah.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *