Profil SIngkat Desa Banyutowo Dukuhseti Pati

1. Kondisi Geografis dan Demografis

(Pantai Idola – Banyutowo Dukuhseti Pati)

Sejarah asal mula nama  desa Banyutowo diambil dari dua kata, yaitu banyu yang artinya air dan towo yang artinya tawar. Jadi, secara bahasa, Banyutowo artinya adalah air tawar sebagaimana air putih  yang diminum.  Desa ini dinamakan Banyutowo, karena daerah ini dekat dengan Pantai, tetapi dulu menurut sumber cerita daerah ini mempunyai sumber mata air yang airnya tidak asin sebagaimana tempat-tempat  di pesisir lainnya. Oleh karena itu, desa ini dinamakan Banyutowo. Nama itu merupakan sebuah doa, orang jaman dahulu berkeinginan menjadikan daerah Banyutowo agar sumber mata airnya tawar sehingga dinamakan Banyutowo. Namun, dalam kenyataannya air di daerah Banyutowo tetap asin seperti daerah-daerah pesisir lainnya. Adapula masyarakat yang membuat sumur bor dan airnya ada yang terasa pahit.

Banyutowo merupakan salah satu desa di Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyutowo adalah 115,880 Ha, terdiri dari tanah sawah 22,190 Ha, pekarangan/bangunan  31,285 Ha, tambak 60,650 Ha, dan sungai, jalan, pemakaman seluas 1,750 Ha. Pesisir Desa Banyutowo memiliki penduduk berjumlah 3.001 jiwa. Terdiri dari 1.403 orang laki-laki dan 1.598 orang perempuan. Mayoritas penduduk desa Banyutowo berprofesi sebagai nelayan. Di desa ini terdapat 1 Masjid, 2 Surau/Musholla, 3 Gereja, 2 TK/RA, 2 Sekolah Dasar, dan 1 Madrasah Ibtidaiyah. Adapun jumlah penduduk Banyutowo mayoritas beragama Kristen Protestan, dengan jumlah penduduk sebanyak 3.001 jiwa, pemeluk agama Islam sebanyak 1.424 orang, Kristen Protestan 1.574 orang, Kristen Katholik 3 orang (Data Monografi, 2016).

Desa Banyutowo Dukuhseti Pati

Dalam berbagai aktivitas yang sebagian besar masyarakat Banyutowo berprofesi sebagai nelayan yang berjumlah sekitar 1.081 orang, hal ini menjadikan laut sebagai ladang mata pencaharian masyarakat setempat. Selain itu, pesisir yang dulunya hanya dijadikan tempat berlabuh perahu-perahu  nelayan milik warga, belakangan ini mulai dibidik wisatawan saat pagi atau sore hari. Tidak heran jika Banyutowo merupakan salah satu desitnasi ikon baru wisata di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Di Banyutowo, selain dapat menikmati wisata laut yang indah, dapat juga belajar dengan para nelayan setempat serta home industri warga Banyutowo yang telah lama mengolah aneka ikan, baik olahan ikan laut, maupun  ikan air tawar. Namun, dengan kondisi pesisir atau dermaga laut yang kurang memadai, perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah, mulai dari jem- batan, tempat bersandar perahu, SPBU, infrastruktur, dan lain sebagainya.

2. Aspek Sosial Budaya Masyarakat Banyutowo

Masyarakat pesisir Banyutowo di Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, berjarak kurang lebih 35 km dari Kota Pati. Perkampungan  masyarakat muslim-kristen  yang berada di pesisir Banyutowo ini merupakan wilayah yang berada di pesisir utara, atau tepatnya laut Jawa. Profesi masyarakat yang sebagain besar adalah nelayan, yang menggantungkan hidup mereka pada penghasilan laut.

Masyarakat muslim-kristen yang bermukim di desa Banyutowo, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati merupakan salah satu dari sekian banyak masyarakat beragama yang hidup berdampingan secara rukun dan damai. Sampai akhir tahun 2016, jumlah kepadatan penduduk Banyutowo mencapai 3.001 jiwa. Desa ini merupakan desa dengan penduduk terpadat di Kecamatan Dukuhseti.

Ditinjau dari segi etnis, masyarakat yang tinggal di Banyutowo cenderung homogen yaitu hampir semuanya merupakan suku Jawa, sehingga budaya kehidupan  sehari-hari  adalah  budaya Jawa. Salah satu tradisi berupa kearifan lokal dengan melaksanakan sedekah laut, yaitu tradisis nenek moyang diya- kini masyarakat sekitar dapat membawa berkah dan keselamatan bagi para nelayan yang sedang mencari ikan di laut. Tradisi lokal ini dilaksanakan sekali dalam setahun, yang jatuh dalam bulan ruwah (kalender jawa). Kegiatan sosial kemasyarakatan yang ada di Banyutowo meliputi, gotong royong, perayaan hari besar keagamaan (Idul Fitri dan Natal), hajatan, kesenian, dan lain sebagainya. Lembaga-lembaga masyarakat yang ada antara lain; Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), Kelompok Nelayan, Kelompok ibu-ibu PKK, dan komunitas lainnya. Latar belakang keagamaan, dengan perbandingan 51% Kristen dan 49% Muslim (Data Monografi, 2016).

Masyarakat yang bermukim di sekitar pesisir Banyutowo umumnya  tergolong dalam strata ekonomi  menengah  dan bawah. Kelompok menengah lebih dominan. Hal ini telihat misalnya dari bangunan rumah semi permanen, rata-rata setiap rumah memiliki dua motor bahkan mobil. Tetapi, lain dari pada itu masyarakat Banyutowo masih banyak yang kurang mampu dalam hal sosial-ekonomi. Hal ini terbukti dari data monografi tahun 2016, bahwa masyarakat Banyutowo masih banyak anak-anak putus sekolah karena faktor ekonomi, maupun  faktor kesenjangan lingkungan. Karena masyrakat Banyutowo pada umumnya setelah mengenyam pendidikan, hanya menjalankan rutinitasnya di laut sebagai nelayan.

3. Lingkungan Hidup

Lingkungan  hidup  merupakan  suatu  upaya  pengga- lian pengetahuan tentang bagaimana alam ini bekerja. Dalam artian, bagaimana manusia mempengaruhi lingkungan dan memandang jauh ke depan menuju masyarakat yang melek tentang lingkungan yang berkelanjutan. Hal itu dimaksudkan agar semua yang ada di bumi ini mampu bertahan hidup, semua makhluk hidup cukup mendapatkan makan, air bersih, udara bersih, dan terpenuhi kebutuhan dasarnya.

Lingkungan adalah sesuatu sistem kompleks yang berada di luar individu yang memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organisme. Lingkungan tidak sama dengan habibat. Habitat  adalah tempat di mana organisme atau komunitas organisme hidup. Organisme bisa terdapat laur, di hutan, padang pasir, dan lain sebagainya. Jadi, habibat dapat dibagi menjadi dua, yaitu habibat air dan habitat darat. Keadaan lingkungan kedua habitat tersebut berlainan. Bahwa setiap organisme, hidup dalam lingkungannya masing-masing. Sedangkan penggolongan lingkungan dapat digolongan menjadi dua kategori yaitu, lingkungan abiotik dan biotik. Oleh karena itu, lingkungan merupakan ruang tiga dimensi, yang mana organisme merupakan salah satu bagiannya. Lingkungan bersifat dinamis dalam arti berubah-ubah setiap saat. Perubahan dan perbedaan yang terjadi baik secara mutlak maupun relatif.

Antara manusia dengan lingkungannya terdapat hubungan yang dinamis.  Perubahan  dalam  lingkungan  hidup  akan menyebabkan  perubahan  dalam  kelakuan manusia  untuk menyesuaikan diri dengan kondisi yang baru. Perbincangan mengenai lingkungan hidup dewasa ini adalah pencemaran yang disebabkan oleh beberapa faktor, mulai dari industri, pestisida, erosi, banjir, abrasi, dan kekerangin. Karena problem tersebut banyak menganggap bahwa manusia telah merusak lingkungan hidup yang baik. Apabila melihat kualitas lingkungan hidup dari kebutuhan dasar, makan anggapan tersebut tidaklah benar. Selain itu, sumber daya alam juga berpengaruh terhadap terben- tuknya kualitas lingkungan hidup. Beberap jenis sumberdaya alam mempunyai peranan sentral dalam menentukan  kualitas lingkungan hidup, yaitu seperti keaneragaman hayati, hewan, tumbuhan, air, tanah, udara, energi, dan lain sebagainya.

4. Dinamika Problem Daerah Pesisir di Banyutowo

Fenomena kerusakan wilayah pesisir bisa dilihat secara langsung di media cetak dan elektronik maupun dapat dilihat langsung di lapangan. Kerusakan wilayah pesisir bukan hanya oleh penduduk wilayah pesisir saja, melainkan juga penduduk sekitarnya. Kurangnya kepedulian masyarakat setempat dalam mengelola limbah domestik adalah salah satu faktor yang dapat menimbulkan erosi. Oleh karena itu, wilayah pesisir sangat rentan terhadap kerusakan lingkungan.

Permasalahan yang terdapat di wilayah kepesisiran sangat beragam tergantung  pada bentuk pesisir. Kegiatan yang dilakukan oleh manusia yang terdapat di bagian perairan maupun kegiatan manusia yang terdapat di bagian daratnya, merupakan sumber utama yang menjadi permasalahn yang ada di daerah kepesisiran.9 Permasalah pesisir yang disebabkan oleh manusia, kadang diperparah oleh adanya kontribusi dan proses alamiah yang disebabkan arah dan kecepatan angin. Tetapi, proses alamiah tersebut terjadi dalam jangka waktu yang relatif panjang.

Pada umumnya kegiatan manusia, seperti kegiatan peman- faatan sumberdaya alam di laut, atau pemanfaatan ruang di pesisir sangat dinamis, sehingga dampak yang terjadi prosesnya sangat cepat. Perubahan yang sangat cepat ini merupakan tin- dakan perusakan laut. Perusakan laut adalah tindakan yang menimbulkan  perubahan  langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan atau hayati yang melampaui kriteria baku kerusakan laut.

5. Pencemaran Air Laut

Pencemaran  laut ini seringkali terjadi pemaparan  yang tersebar meluas hingga sampai ke pantai. Pencemaran laut adalah masukanya atau dimasukannya makhluk hidup, zar, energi, atau komponen lain ke dalam lingkunan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya menurun  sampai pada tingkat tertentu menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai dengan baku mutu atau fungsinya.10

Hingga sampai dengan saat ini fungsi dari laut, termasuk pantai dan area pesisir telah berkembang dan semakin banyak. Pada hakekatnya setiap kegiatan usaha atau setiap upaya peman- faatan lingkungan area kepesisiran, akan berpotensi merusak ekosistem tersebut. Namun, manusia untuk memenuhi kebu- tuhan  secara ekonomi maka tidak dapat dipungkiri bahwa agar dapat terpenuhi segala kebutuhannya adalah dengan cara memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Masyarakat pesisir yang notabene bekerja disektor perikanan, terutama hasil laut untuk meningkatkan ekonomi.

Beberapa kasus daerah kepisisiran saat ini telah mengalami degradasi, hal itu dikarenakan dampak dari pemanasan global. Problem utama meningkatkan air laut tentu disebakan oleh perubahan alam itu sendiri dan ulah tangan manusia. Manusia dalam memperlakukan alam tidak sebagai subjek tetapi sebagai objek. Lingkungan laut di pesisir Banyutowo saat ini kondisinya cukup memprihatinkan. Sampah berceceran dan menumpuk dibeberapa titik, tanpa ada yang memperdulikan dari aspek kes- ehatan maupun lainnya.

Pencemaran air laut di Banyutowo tidak hanya disebabkan oleh sampah yang dibuang ke laut begitu saja oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, selain itu juga ada beberapa industri rumahan pengolahan ikan juga membuang limbah hasil pengolahan laut. Hal ini terlihat dengan adanya saluran pembuangan yang langsung menuju ke laut. Maka dari itu, dengan adanya pencemaran sampah dan lainnya dalam rentan waktu tertentu bisa mengakibatkan kualitas air laut menurun  dan hasil laut berkurang.

6. Pembangunan Kawasan Wisata

Daerah  pesisir Banyutowo merupakan  tempat  wisata baru bagi kalangan masyarakat Banyutowo dan sekitarnya. Pada awalnya, daerah ini merupakan  tempat bersandarnya perahu-perahu  nelayan warga setempat, akan tetapi dengan perkembangan  zaman dan pembangunan  oleh pemerintah Kabupaten Pati dan Provinsi Jawa Tengah, berencana untuk mengembangkan pesisir Banyutowo sebagai Pelabuhan untuk bersandar kapal-kapal besar.

Pembangunan kepariwisataan yang dilaksanakan di kawasan kepesisiran ada yang bersinergi dengan pembuatan pelabuhan, tetapi yang bertentangan dengan pembangunan  pelabuhan.

Dengan adanya potensi pariwisata di pesisir Banyutowo, di sisi lain akan sebagai tempat pendaratan atau pelelangan ikan. Sebab pembangunan pelabuhan pendaratan ikan atau pelelangan ikan, pada umumnya sangat kumuh, kotor dan berbau serta sanitas- inya tidak baik.

Sementara dari segi kesehatan juga tidak mendukung, dan dapat mengganggu wisatawan atau seluruh fasilitas pariwisata. pada pelabuhan yang akan didirikan di kawasan pesisir Bany- utowo, banyak berkembang kecoa, lalat, dan tikus ukurannya besar dan menjijikkan. Disamping hewan seperti tikus, kucing dan anjing juga berkembang di daerah pesisir Banyutowo, karena banyak warga non-Muslim yang memelihara anjing dan berkeliaran di kawasan tersebut.

7. Pembangunan Home Industri

Manusia merupakan bagian dari sistem ekologi (ekosistem) sebagai obyek sekaligus subyek pembangunan. Permasalahan lingkungan yang sangat mendasar berkaitan dengan popu- lasi manusia, sebab dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi pada suatu negara, kebutuhan akan pangan, bahan bakar, pemukiman, dan kebutuhan dasar lainnya juga tinggi, yang pada gilirannya akan meningkatkan limbah domestik dan limbah industri yang mengakibatkan perubahan besar pada kualitas lingkungan hidup, terutama pada negara berkembang).

Sebagian besar masyarakat Banyutowo bekerja di sektor perikanan, mulai dari nelayan, petani tambak, pengepul ikan, sampai dengan home industri pengolahan ikan. Tidak dipung- kiri bahwa laut sebagai sarana untuk mencari penghidupan tidak hanya dimanfaatkan hasilnya saja, tetapi juga perlu menjaga kualitas keberlangsungan ekosistem laut. Di sisi lain, potensi konflik ekologis juga kerap terjadi bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pemanfaatan dan pengelolaan di pesisir Banyutowo.

Di daerah kepesisiran pada khususnya dan di lepas pantai pada umumnya, terdapat banyak peluang untuk dilakukan dan memanfaatkan hasil laut sebagai kebutuhan. Oleh karena adanya kemudahan dan telah tersedianya berbagai daya dukung nelayan setempat, maka area pesisir bagian darat banyak menarik inves- tasi industri pengolahan ikan. Termasuk adanya TPI (Tempat Pelelangan Ikan) sebagai tempat untuk jual-beli hasil laut.

Pada umumnya kemudahan di daerah kepesisiran ini antara lain aksebilitas yang tinggi, sumberdaya air mudah didapat dan fasilitas insfrastruktur tersedia. Bahkan di tempat ini mudah pula didapat tenaga kerja yang cukup banyak.12 Tenaga kerja di industri pengolahan ikan, pada umumnya didapat dari para warga Banyutowo maupun daerah di sekitarnya.

Sementara itu pada lazimnya, di daerah kepesisiran ini merupakan kawasan strategis yang dijamin mendapat banyak kemudahan dari pemerintah. Kawasan industri pada umumnya juga ditetapkan di daerah ini. Oleh karenanya para investor yang akan membangun suatu industri, hanyak mengeluarkan dana yang relatif kecil.

Dengan adanya home industri pengolahan ikan, di samping dampak  ekologis karena  adanya pembuangan  limbah dari oknum yang tidak bertanggung jawab atas keberlangsungan ekosistem laut, perkonomian desa Banyutowo juga turun men- dongkrak kebutuhan kerja masyarakat setempat dan sekitarnya. Oleh karena itu, dengan adanya industri di daerah kepesisiran mampu menekan angka pengangguran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat Banyutowo dan sekitarnya.

Manusia merupakan  komponen  lingkungan hidup yang mempunyai  kemampuan  untuk  dengan  sengaja merubah keadaan lingkungan hidup. Dalam usaha merubah lingkungan hidupnya ini dengan bertujuan  untuk  meningkatkan  kesejahteraan hidupnya dapat menimbulkan masalah yang disebut pencemaran. Manusia juga dapat merubah keadaan lingkungan yang tercemar akibat perbuatannya ini menjadi keadaan ling- kungan yang lebih baik, menjadi keadaan seimbang, dapat mengurangi terjadinya pencemaran lingkungan, bahkan juga dapat mencegah terjadinya pencemaran laut.

8. Kepercayaan dan Ritual Sedekah Laut

Setiap suku bangsa di dunia  mempunyai  pengetahuan tentang: alam sekitarnya; flora dan fauna di daerah tempat tinggalnya; bahan mentah; benda-benda dan lingkungannya.

Begitu pula masyarakat muslim-kristen di pesisir utara Banyutowo, termasuk masyarakat pesisir pada umumnya. Sebagai masyarakat pesisir, mereka memiliki kearifan khusus dalam kaitannya dengan kehidupan di lingkungan sekitarnya, terutama tentang laut.

Seperti pada masyarakat Jawa pada umumnya, masyarakat pesisir Banyutowo mempunyai kepercayaan terhadap segala sesuatu termasuk kehidupan di dunia ini adalah atas kehendak Allah SWT. Mereka percaya bahwa hidup itu ada yang menghidupkan dan menghidupi. Kepercayaan tersebut menjadi dasar kendali dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Masyarakat pesisir Banyutowo mempunyai kepercayaan bahwa manusia mempunyai keterbatasan dan berada posisi yang lemah dihadapan Sang Pencipta.

Selain mempercayai Sang pencipta yang memiliki segala kekuasan dan wewenang yang mengatur segala yang ada di bumi, masyarakat Banyutowo dan orang Jawa pada umumnya juga mempercayai makhluk halus atau makhluk penunggu “Sing Mbaurekso” yang pada waktu tertentu bisa mengganggu ketenteraman hidup, dan kadang-kadang juga dapat membuat kerusakan.

Tradisi ritual upacaya sedekah laut merupakan ritual umum atau massal khususnya bagi para nelayan. Oleh karena itu, kegiatan dilaksanakan secara semeriah mungkin, dan besar- besaran. Adapun tujuan dari penyelenggaraan ritual sedekah laut adalah sebagai ucapan terimakasih dan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rezeki kepada mereka lewat perantara dengan adanya laut atau ikan.

Di desa Banyutowo, ritual  sedekah laut  dilaksanakan setiap tahun sekali, yaitu pada bulan ruwah (sya’ban), menjelang datangnya bulan Ramadhan. Menurut informan, dengan adanya ritual sedekah laut, mereka merasakan ketentraman dan ketenangan dalam melaut. Selain itu, juga dalam mendapatkan ikan supaya melimpah dan berkah, tanpa melupakan kepercayaan masing-masing ajaran agama.

Tata cara dalam tradisi sedekah laut di pesisir Banyutowo atau pantai utara Jawa pada umumnya adalah membuang berbagai sesaji, berupa kepala kerbau, kaki, kulit, dan jerohan yang dibungkus kain kafan. Kemudian sesaji yang telah dipersiapkan sebagai pelengkap yaitu, jajan pasar, ketupat, lepet, aneka macam kue, ayam ingkung, kembang setaman/boreh, dan lain sebagainya. Sementara makna dari sedekah laut yaitu antara lain ketupat berarti kelepatan (kesalahan) dan lepet artinya luput (keliru), artinya bahwa harapan mereka dijauhkan dari kesalahan dan kekeliruan. Dengan harapan nelayan setempat bisa terlepas dari bahaya. Kemudian kepala kerbau dan lain sebagainya diharapkan agar dijaga sang penunggu (sing mbaurekso).

9. Kearifan Lokal sebagai Upaya Menjaga Lingkungan Laut

Sebagaimana yang telah dipaparkan  sebelumnya bahwa krisis lingkungan sudah menyerang dari berbagai arah. Krisis tersebut sangat kompleks terhadap permasalahan-permasalahan dan kerumitan pemecahan jangka panjang atau di masa yang akan datang. Weber dalam pandangannya juga menyebutkan agama cukup lama dipandang  sebagai sumber moral yang menyebabkan terjadinya kerusakan alam. Hal itu tidak terlepas dari berbagai aktivitas dan kerusakan alam yang terjadi salah satunya adalah adanya ulang tangan manusia.

Masyarakat pesisir di Banyutowo yang memiliki kultur Jawa cenderung mempertahankan tradisi lokal yang sudah ada, salah satunya adalah tradisi sedekah laut. Tradisi ini sebagai peng- harapan agar hasil tangkapan hasil laut masyarakat setempat melimpah, diberikan keberkahan, dan keselamatan. Dengan adanya tradisi ini yang sudah lama ada, meskipun unsur-unsur kepercayaan lokal masih melekat, tetapi nilai-nilai keislaman tidak terlepas begitu saja. Adanya akultulturalsi budaya Jawa dan Islam, yang mampu menyatukan masyarakat setempat. Adapun masyarakat yang beragama non-muslim juga mengikuti tradisi tersebut dengan pengharapan yang sama.

Lingkungan laut yang sudah melekat dan menyatu dengan masyarakat  pesisir pada  umumnya, sama halnya  dengan masyarakat Banyutowo yang kehidupannya menggantungkan pada hasil laut. Kearifan dan tradisi masyarkat lokal dalam menjaga lingkungan masih tergolong sempit, seperti yang sudah disinggung sebelumnya bahwa masih terdapat oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab terhadap keberlangsungan lingkungan laut, dengan cara membuang sampah sembarangan disekitaran pantai atau daerah kepesisiran Banyutowo.

Kultur lokal yang sudah melekat di masyarakat, mampu menyatukan solidaritas masyarakat Banyutowo. Dengan adanya sedekah laut sebagai simbol kearifan lokal, yang tidak bisa dilepaskan dari kultur masyarkat yang sudah lama terbentuk. Oleh karena itu, dengan adanya kekuatan solidaritas kelompok masyarakat yang ada, perlu dikembangkan dalam hal men- jaga keberlangsungan lingkungan, baik itu lingkungan biotik maupun abiotik. Agar lingkungan laut bisa terawat dan terjaga dengan baik.

Pernyataan White terkait krisis ekologi, bahwa krisis ekologis akibat dari eksploitasi sains dan teknologi berakar pada pandangan antroposentris  tradisi Judeo-Kritiani yang meng-anggap bahwa manusia dan alam merupakan  dua hal yang berbeda. Anggaan tersebut benar adanya karena penduduk Banyutowo yang sebagian besar beragama kristen  dengan prosentasi 51 % dan muslim 49 %, masih banyak yang kurang peduli dengan lingkungan sekitar. Namun, masyarakat dapat terjalin harmonis antar individu maupun kelompok dengan baik yang disatukan dengan lingkungan yang mebentuknya sendiri.

10. Simpulan

Kondisi lingkungan (laut) di pesisir Banyutowo saat ini cukup mengkhawatirkan karena terjadi permasalahan ekologis yaitu, adanya pencemaran limbah rumah tangga, menumpukanya sampah plastik di sebagian wilayah pesisir, sedimentasi, dan lain sebagainya. Faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi tidak lain adalah karena adanya ketidakpedulian masya- rakat  setempat  dalam mengelola sampah.  Selain itu,  juga disebabkan oleh aparatur  desa yang kurang merespon  dan membenahi permasalahan lingkungan. Di luar itu, faktor-faktor lain seperti jumlah penduduk, industri, pola konsumsi manusia, dan polusi juga termasuk faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya krisis lingkungan.

Kearifan lokal masyarakat di pesisir Banyutowo telah lama terbentuk dengan adanya sedekah laut. Bagi anggapan masya- rakat setempat, sedekah laut merupakan simbol keberkahan dan keselamatan bagi para nelayan sebagai wujud rasa syukur terhadap Sang pencipta. Selain itu, masyarakat yang beragama Islam atau Kristen tidak melespaskan aspek-aspek agamanya masing-masing. Adapun permasalahan yang dihadapi sekarang ini adalah tentang pencemaran lingkungan, karena ada sebagian kecil oknum masyarakat dalam menjaga lingkungan laut masih tergolong rendah. Hal ini terbukti dengan menumpuknya sampah rumah  tangga dan sedimentasi yang ada di daerah pesisir Banyutowo.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *